Rabu, 17 Juni 2015

Layakkah Indonesia Menjadi Negara Poros Maritim Dunia?

Oleh: Desk Informasi ; Diposkan pada: 15 Jun 2015 ; 1451 Views Kategori: Artikel
Foto Sendiri Di TVOleh:  Alfurkon Setiawan*)
Suatu pertanyaan yang perlu dijawab, “ layakkah Indonesia menjadi negara poros maritim dunia “ ?. Mengingat masalah ini gaungnya sudah menggema dan membumi ke seantero jagat raya, tinggal menunggu realisasinya saja dari pemerintah Indonesia.
Indonesia untuk menuju negara poros maritim dunia, tidaklah mudah, tentunya harus ditunjang dengan pembangunan infrastruktur di sepanjang pantai yang ada di Indonesia, sehingga transportasi kelautan semakin mudah. Selain itu, hubungan dari pulau ke pulau menjadi lebih cepat dan efesien serta pembangunan di daerah pesisir semakin berkembang.
Untuk itu,  diperlukan kebijakan pembangunan dari Pemerintah yang berorientasi pada bidang kelautan dengan meningkatkan biaya/Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)  untuk bidang kelautan/kemaritiman sehingga infrastruktrur di daerah pesisir dan pulau dapat dikembangkan. Sumber Daya Manusia bidang kelautan harus ditingkatkan, dan kualitas pelabuhan  pun harus ditingkatkan  menjadi bertarap internasional.
Apalagi bagi Indonesia yang sudah lama pelaksanaan pembangunanya fokus berorientasi pada daratan seperti jalan tol dan pembangunan lainnya. Jadi, keinginan untuk mengelola kekayaan maritim/kelautan dan meningkatkan kekuatan Angkatan Laut pasti akan menemui tantangan dan hambatan. Mengingat pemerintah Indonesia belum pernah mencoba untuk  membangun secara menyeluruh dan berkelanjutan tentang ekonomi kelautan/Kemaritiman.
Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya  menikmati keuntungan dari sektot kemaritiman, baik dari segi kemakmuran maupun pengaruh di tingkat internasional. Pemerintah Kabinet Kerja baru mulai dengan program membangun transportasi/tol laut untuk mempermudah lajunya perekonomian bagi daerah /masyarakat pesisir laut.
Secara geo-politik, historis dan budaya, Indonesia bisa dijadikan sebagai negara maritim, mengingat wilayah daratan Indonesia dalam satu kesatuan yang dikelilingi oleh lautan, dengan 2/3 wilayahnya merupakan laut dan jumlah pulau terbanyak di dunia, serta salah satu garis pantai tepanjang di dunia. Yang lebih menguatkan lagi, bahwa Indonesia berada di daerah equator, antara dua benua Asia dan Australia. Antara dua Samudera Pasifik dan Hindia, serta negara-negara Asia Tenggara.  Karena itu, sistem pelabuhan di Indonesia harus dimodernisasi agar memenuhi standar internasional.
Indonesia juga memiliki 4 (empat) titik strategis yang dilalui 40% kapal-kapal perdagangan dunia yaitu : Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makasar, yang bisa memberikan peluang besar untuk memfasilitasi Indonesia menjadi pusat industri perdagangan serta pelayaran maritim dunia.
Berdasarkan penelitian Bappenas,Indonesia memiliki 18 titik maritim dunia. Potensi kelautan Indonesia begitu besar. 80 persen dari perdagangan di seluruh dunia bergantung pada pengiriman barang melalui laut. Sementara, 60 persen dari pengiriman melalui laut tersebut melewati perairan Indonesia. Namun, Indonesia harus menengok kesuksesan ekonomi negara-negara maritim besar. Apakah mereka mengabaikan potensi maritimnya? Atau mereka merasa rugi dengan pembangunan ekonomi dan militer maritimnya?. Dan apakah mereka  menjadi negara besar dan maju dengan membangun poros maritimnya? Semua itu perlu analisa dan kajian yang serius dan mendalam dari para pakar pembangunan. Beberapa contoh negara yang dapat dijadikan acuan antara lain :  Amerika Serikat, China, Inggris, Belanda, dan India.
Rencana pembangunan ”tol laut” untuk menjamin konektivitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, pembangunan pelabuhan, perbaikan transportasi laut, serta keamanan maritim, mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia.
Jika Pemerintah yang didukung oleh masyarakat Indonesia, serius dan memiliki tekad yang tinggi untuk melaksanakan program pembangunan Poros Maritim Dunia, maka program yang besar ini akan bisa terealisasi. Jika pembangunan Poros Maritim Dunia ini bisa direalisasi maka akan banyak manfaat dan keuntungan yang diperolah oleh pemerintah Indonesia, dan juga untuk pemerataan pembangunan antara daratan dan lautan.
Kesiapan SDM dan Penegakan Hukum
Menurut Son Diamar dalam paparannya yang berjudul “ Mewujudkan Negara Kepulauan Yang Maju”, ada lima pilar pembangunan maritim untuk dikembangkan. Pertama, membangun SDM, budaya, dan iptek kelautan unggulan dunia. Kedua, mengembangkan ekonomi perikanan, pariwisata, ESDM, pelayaran, dan konstruksi kelautan. Ketiga, mengelola wilayah laut, menata ruang terintegrasi darat, dan laut serta mengembangkan kota-kota ‘bandar dunia’ menggunakan prinsip berkelanjutan. Keempat, pembangunan sistem pertahanan dan keamanan berbasis geografi negara kepulauan. Kelima, mengembangkan sistem hukum kelautan.
Selain itu, menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia diperlukan penegakan hukum. Pemerintah harus bertekad untuk  memberantas kasus pencurian ikan oleh kapal asing di perairan nusantara.  Sekitar 5.000 – 7.000 kapal yang beredar di perairan Indonesia, sekitar 90 persennya ilegal. Ironisnya hal itu didiamkan selama bertahun-tahun.
“Saya sampaikan jangan sampai terjadi lagi dalam pemerintahan saya. Ini pesan, baik kepada polisi air, KSAL, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), dan kepala daerah. Kita ingatkan bahwa sumber daya alam laut kita milik negara dan bangsa,” kata Jokowi dalam sambutannya pada peringatan Hari Nusantara Tingkat Nasional 2014 di Pantai Siring Laut, Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Demi terwujudnya Indonesia menjadi negara poros maritim dunia, diperlukan  adanya kebijakan dan strategi pembangunan yang jelas sesuai dengan visi dan misi yang telah dikemukakan pemerintah. Seperti sektor kelautan dan perikanan yang mampu menghasilkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi tinggi dan inklusif secara berkelanjutan, serta berkontribusi secara signifikan bagi terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam waktu tidak terlalu lama.  Mengingat sudah adanya keinginan dari pemerintah untuk memusatkan pembangunan kearah maritime/kelautan dan tersedianya sumberdaya laut yang melimpah.
Semoga niat baik ini dapat segera terwujud………..
*) Kepala Pusat Data dan Informasi Setkab

Selasa, 26 Mei 2015

Bangkitnya Semangat Generasi Muda

Oleh: Desk Informasi ; Diposkan pada: 19 May 2015 ; 3091 Views Kategori: Artikel
Pak KafusOleh : Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Kabinet RI
Bangkitlah  wahai generasi mudaku, singsingkan kedua lengan bajumu, tatap masa depanmu, raih cita-citamu. Jangan kau terlena oleh situasi dan kondisi yang membuatmu lupa akan masa depan dan perjuangan hidup, mari kita bekerja… bekerja… dan bekerja.
Ingatlah pesan para pendiri bangsa, “Jangan kamu bertanya apa yang diberikan bangsa dan negara kepadamu, tetapi apa yang kamu berikan kepada  bangsa dan negaramu”. Pesan ini sangat berarti sekali karena membuka cakrawala/pola pikir serta semangat hidup masyarakat Indonesia, khususnya untuk memberikan motivasi kepada generasi muda Indonesia yang sedang menuntut ilmu dan bekerja untuk masa depan yang lebih baik.
Generasi muda dituntut  untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia,  karena kapan lagi dan siapa lagi kalau bukan generasi muda untuk memberikan yang terbaik kepada  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pesan tersebut menginspirasi  semangat Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908,  dimana pada waktu itu masyarakat Indonesia bangkit, dengan penuh semangat persatuan dan kesatuan, serta nasionalisme yang tinggi untuk memperjuangkan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai. Tentunya semangat generasi muda sekarang harus lebih baik dan  semakin maju daripada generasi muda tempo dulu, mengingat situasi dan kondisi negara sekarang sudah merdeka, aman dan tentram dari segala ancaman/penjajahan negara lain serta dapat menikmati hasil pembangunan.
Pemerintah mengharapkan dan membutuhkan generasi muda yang cerdas, tangguh, berintelektual, bermartabat, kreatif, inovatif, memiliki kesetiakawanan sosial serta penuh semangat perjuangan dan pengabdian yang tinggi. Ingatlah ke depan persaingan antar negara (globalisasi) di berbagai bidang pembangunan dan kehidupan  semakin meningkat, baik itu bidang ekonomi, sosial budaya, politik maupun hankam, terutama sekali di bidang informasi, komunikasi  dan teknologi yang serba canggih dan modern.
Generasi muda diharapkan mampu meningkatkan peran dan memberikan kontribusi pemikiran dalam mengatasi persoalan bangsa. Di tengah banyaknya persoalan yang perlu diselesaikan bersama, jangan sampai semangat generasi muda memudar dan tidak berarti karena generasi muda itu harapan bangsa Indonesia.
Memaknai Lahirnya Hari Kebangkitan Nasional
Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang diperingati setiap tanggal 20 Mei, setiap tahunnya adalah hari dimana pada waktu itu  masyarakat Indonesia bangkit dengan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran yang tinggi untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada masa itu, masyarakat Indonesia menginginkan adanya perubahan dalam tatanan kenegaraan dan kehidupan karena terjadinya penindasan dan penjajahan terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Untuk memaknai Hari Kebangkitan Nasional ini,  sebaiknya generasi muda memperingati hari kebangkitan  nasional tersebut dengan penuh hikmat dengan mengingat perjuangan para pahlawan nasional kita. Selain itu, generasi muda perlu memperbaiki jati dirinya dengan berbagai aktivitas yang dapat bermanfaat bagi bangsa  dan negara, karena jika tidak,  maka kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara akan semakin terpuruk.
Dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2015,  mau tidak mau kita harus mengingat kembali perjalanan sejarah bangsa kita, yang dimulai dengan lahirnya gerakan nasionalis pertama Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Lahirnya Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) itu, ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).
Tokoh-tokoh yang mempelopori Kebangkitan Nasional, diantaranya :  Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara ), Dr. Douwes Dekker (seorang turunan Belanda) yang juga dikenal dengan nama Multatuli, dan  Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sutomo, Ir. Soekarno serta tokoh-tokoh lainnya.
Kini adalah saat yang tepat jika generasi muda menjadikan Hari Kebangkitan Nasional sebagai penumbuh semangat untuk memperbaiki komitmen perjuangan bagi bangsa dan negara, mewujudkan impian menjadikan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur serta sejahtera.
Semoga Generasi Muda Indonesia ke depan lebih semangat lagi…..

Minggu, 19 April 2015

Adakah Generasi Penerus R.A.Kartini ?

Oleh: Desk Informasi ; Diposkan pada: 19 Apr 2015 ; 210 Views Kategori: Artikel
Pak KafusOleh : Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi Sekretariat Kabinet RI

Raden Adjeng (RA) Kartini adalah sosok pejuang dan tokoh wanita  yang berani dan tegas, dengan ide dan gagasan pembaharuannya serta berpikir modern. Ia berjuang untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Semangat  emansipasinya,  mengangkat  harkat dan derajat kaum wanita Indonesia terus digelorakan, sehingga Kartini menjadi berjasa bagi kaum wanita Indonesia.
Kartini, lahir di Jepara Jawa Tengah tanggal 21 April 1879, dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Bupati Jepara) dengan M.A Ngasirah. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri, dan Kartini adalah anak perempuan tertua.
Kartini diberikan kebebasan oleh orang tuanya untuk mengenyam pendidikan sampai usia 12 tahun, dibandingkan perempuan lainnya. Ia bersekolah di ELS (Europese Lagere School) dan belajar bahasa Belanda. Dengan ketrampilan berbahasa Belanda, Kartini mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda. Ia mencurahkan segala unek-uneknya tentang ketidakadilan yang dirasakannya, dan dianggap memojokkan wanita pada waktu itu.
Setelah lulus dari Sekolah Dasar, ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan.  Ia ingin menentang kepada orang tuanya, tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya.
Kartini tertarik pada kemajuan cara berpikir wanita Eropa (Belanda), yang waktu itu masih menjajah Indonesia. Akhirnya timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Menurutnya, wanita tidak hanya di dapur saja, tetapi juga harus mempunyai ilmu pengetahuan. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk belajar tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya, Kartini  tidak berhenti membaca dan  menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda.
R.A. Kartini  menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojodhiningrat pada tanggal 12 November 1903. Setelah menikah, ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti keinginan istrinya dan Kartini diberi kebebasan dan mendukung untuk mendirikan sekolah wanita. Dari pernikahannya, ia dikaruniai seorang anak perempuan bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904.
R.A. Kartini wafat pada usia 25 tahun, dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Mengingat semangat juangnya seorang wanita,  Yayasan Kartini mendirikan Sekolah Wanita di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini kepada  teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Buku “Habis Gelap, Terbitlah Terang” menjadi buku yang melegenda dan menginspirasi bangsa Indonesia. Buku tersebut menggambarkan bagaimana perjuangan Kartini dalam mengangkat harkat derajat dan memperjuangkan hak-hak wanita, serta menyuarakan kesetaraan gender. Wanita Indonesia masa kini bisa bebas menunjukan eksistensi dan prestasi, sama dengan laki-laki.
Kartini saat itu beranggapan, bahwa bangsa yang besar harus melibatkan wanita di dalamnya. Untuk itu,  wanita pun harus punya hak dan kedudukan yang setara dengan pria. Mimpi Kartini ini luar biasa, mimpinya  melawan kodrat dan keyakinan umum. Visinya : bahwa wanita bisa bersekolah dan setara dengan pria akan membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, melebihi visi siapapun pada masa itu.
Atas perjuangannya itu, Presiden Republik Indonesia Pertama Ir. Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, dan sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar nasional yang kemudian dikenal sebagai “Hari Kartini”.
Indonesia memiliki banyak pahlawan wanita. Seperti : Cut Nyak Dien, Cut  Meutia, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, dan  Kartini. Namun, dari semua pahlawan itu, hanya Kartini yang memiliki orientasi perjuangan emasipasi wanita.
Kartini di Era Reformasi?
Setelah kepergiaan R.A. Kartini, apakah perjuangan dan semangaat emansipasi yang telah digagasnya akan terhenti di era modern dan serba canggih sekarang ini?  Ataukah perjuangan Kartini hanya sebatas cerita saja yang terngiang di dalam benak kaum wanita sekarang?
Generasi di era reformasi setelah Kartini ini, memiliki akses memperoleh  pendidikan dan pengajaran dan kesempatan apa saja sangat terbuka dan mudah.  Apa yang diharapkan kartini pada waktu itu, oleh sebagian orang diangap telah tercapai oleh kaum wanita yang memperjuangkanya.
Sekarang kaum wanita bisa memperoleh hak dan kewajiban serta  kesempatan yang sejajar dengan kaum pria, diantaranya memperoleh pendidikan sampai yang lebih tinggi, pangkat dan jabatan, dan kebebasan lainya sehingga wanita tidak harus lagi tinggal di rumah (dipingit). Misalnya dalam sektor pendidikan, banyak sekali wanita yang memperoleh gelar Doktor bahkan Profesor.
Selain itu, di dalam pekerjaan/karier,  banyak wanita yang menjadi Menteri Koordinator, Menteri, pimpinan /pejabat tinggi di kantor Pegawai Negeri Sipil, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pimpinan Daerah, Dosen, Guru, Pimpinan Perusahaan dan Pemilik Perusahaan  bahkan ada juga wanita Indonesia yang menjadi Presiden Repblik Indonesia, seperti Ibu Megawati Soekarno Putri (Presiden RI ke-5).
Dengan peran aktif kaum wanita di era reformasi, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta menunjukkan semangat  juang kebangsaan, nasionalisme, dan partiotisme dalam kehidupan bermasyarakat, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya gotong royong, maka  segala usaha/ perjuangan yang telah dirintis oleh R.A Kartini telah membawa  manfaat untuk generasi yang akan datang.
Hal yang terpenting adalah melakukan upaya untuk menerapkan semangat kebangsaan dalam kehidupan masyarakat dan bernegara demi mewujudkan hasil kemerdekaan NKRI.  Kita seluruh warga Negara Indonesia bersama-sama kaum wanita, membangun kembali bangsa Indonesia yang berciri khas dan beridentitas serta membangun karakter dan jati diri bangsa yang benar-benar menunjukkan bahwa kita sebagai suatu  bangsa yang beradab dan bermatabat serta memiliki nilai-nilai luhur, sebagaimana R.A Kartini perjuangkan.
Semoga ke depan Banyak Kartini Kartini Harapan Bangsa Indonesia.

Senin, 06 April 2015

Jumat, 17 Agustus 2012 - 04:49 WIB
Renungan dan Harapan setelah 67 Tahun Indonesia Merdeka
Oleh : Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi
- Dibaca: 7338 kali



Tanpa terasa sudah 67 tahun kemerdekaan telah kita raih, waktu itu  tanggal 17 Agustus 1945  para pendiri  bangsa Indonesia  memproklamasikan  berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta. Kita telah mengumandangkannya  bahwa Indonesia telah merdeka, mampu berdiri sendiri serta berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di dunia.
Namun, setelah 67 tahun  merdeka, bagaimana meningkatkan  jati diri bangsa untuk menuju masa depan yang lebih baik dengan sebuah jati diri yang memang pantas untuk dibanggakan, baik di negeri sendiri maupun di luar negeri.
Jika kita enggan untuk menyandang jati diri sebagai bangsa yang merdeka, lantas apa arti sebuah kemerdekaan,  yang dulu  diperjuangkan begitu semangat hingga titik darah penghabisan oleh  para pejuang, relawan maupun rakyat yang tidak berdosa pun ikut menjadi korban dari perjuangan memperebutkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Kemerdekaan bangsa Indonesia ini, dicapai tidak secara cuma-cuma dari bangsa penjajah, melainkan melalui perjuangan para pahlawan yang rela mengorbankan harta, benda dan jiwa raganya sendiri pun dipertaruhkan demi kemerdekaan bangsa  Indonesia.
Perlawanan terhadap Bangsa Asing (Penjajah)
Sebenarnya perlawanan terhadap bangsa asing yang menjajah Indonesia, telah dilakukan sejak zaman kerajaan. Para Raja tidak senang apabila para penjajah  tersebut datang dan merusak wilayah kekuasaannya. Para Raja dari Kerajaan-Kerajaan di Indonesia melakukan perlawanan terhadap penjajah (Bangsa Asing) yang mengganggu ketentraman kerajaan mereka. Namun, perlawanannya masih bersifat kedaerahan dan menggunakan senjata bambu runcing, keris dan senjata khas daerahnya lainnya, yang tentunya tidak akan mampu mengimbangi kekuatan perang dari bangsa asing yang memiliki persenjataan yang lengkap dan mutahir.
Segala bentuk perjuangan yang dilakukannya tidak sia-sia, lewat perjuangan yang berkesinambungan, bangsa  Indonesia berhasil merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah. Dan teks proklamasi  kemerdekaan yang dibacakan Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi sebuah legitimasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Seluruh penduduk Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat, menyambut gembira peristawa yang sakral dan bersejarah ini.
Seiring berjalannya waktu, sekarang Indonesia telah tumbuh menjadi negara yang berkembang pesat dan cukup disegani di kawasan Asia. Beberapa buktinya adalah Indonesia pernah mendapat julukan  “Macan Asia” dan tidak jarang Indonesia terlibat dan berperan penting dalam kegiatan dunia internasional serta pernah menjadi salah satu negara yang memiliki angkatan laut terkuat di kawasan Asia.
Berkurangnya Rasa Nasionalisme  
Dalam memperingati Proklamasi Kemerdekaan  Republik Indonesia yang ke-67, terlihat  gejala yang menunjukkan berkurangnya rasa nasionalisme bangsa ini. Mungkin hal ini disebabkan minimnya pengetahuan tentang nilai-nilai sejarah dalam diri setiap individu. Jika  hal ini tidak segera dibenahi, akan berpengaruh terhadap masa depan bangsa dan negara Indonesia tercinta. Contoh kicil, misalnya kurangnya kesadaran masyarakat untuk memasang bendera di depan rumah, kantor ataupun di pertokoan.
Gejala ini mulai terlihat sejak masa reformasi, karena pada masa  orde baru, pemasangan bendera adalah sesuatu keharusan bagi setiap warga negara,  begitu juga pemasangan Gapura di setiap gang  selalu ada. Secara umum, Perayaan Ulang Tahun Kemerdekaan   sekarang ini cenderung hanya dilakukan sebatas pelaksanaan upacara, pertunjukan dram band, pawai pembangunan dan pertunjukkan hiburan lainnya.
Memang beberapa contoh  di atas, tidak dapat dijadikan tolak ukur yang mutlak tehadap tingkat  rasa nasionalisme, akan tetapi kita dapat merenungkan dan menilai bahwa nasionalisme bangsa ini perlu disosialisasikan kembali. Untuk itu, diharapkan masyarakat semakin sadar bahwa rasa nasionalisme itu sangat penting, sehingga diperlukan penyelenggaraan program-program yang dapat menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa cinta terhadap tanah air. Jika hal ini ditanamkan dalam setiap individu, maka bangsa Indonesia akan menghargai perjuangan bangsanya sendiri dan tidak akan terjadi perselisihan sesama bangsanya.
Mengembalikan Jati Diri Bangsa
 Mengembalikan sesuatu yang hilang tidak mudah, semudah membalikan telapak tangan. Namun, jika sesuatu yang hilang itu dicari oleh segenap masyarakat, bukan mustahil jati diri itu akan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara, yang mungkin akan mengantarkan kita menjadi bangsa yang besar  dan disegani oleh bangsa lain.
Mengembalikan jati diri bangsa, tidak bisa  dilakukan oleh orang perorangan, tapi  seluruh rakyat  yang mendiami negara ini. Bersatu mengembalikan jati diri bangsa, berarti membangun kembali Indonesia menjadi bangsa berbudi luhur yang memiliki peradaban, karakter dan peduli dengan sesama dan memiliki persatuan dan kesatuan demi Indonesia tercinta. Mengembalikan jati diri adalah tugas mulia dan amanat yang harus dilakukan oleh semua orang yang mengaku sebagai bagian dari bangsa ini. Sebagai bangsa yang besar tidak hanya luas wilayahnya saja, tetapi memiliki banyak identitas yang merupakan ciri dari sebuah identitas atau jati diri bangsa. Identitas tersebut misalnya : Indonesia sebagai negara 1000 pulau, negara yang dilalui garis Khatulistiwa, negara yang memiliki budaya tinggi dan luhur serta banyak lagi identitas jati diri lainnya.
Selain itu, menumbuhkan rasa cinta terhadap bangsa sendiri, cinta terhadap produk dalam negeri, bangga menjadi rakyat Indonesia, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Indonesia, akan dapat mengembalikan jati diri bangsa Indonesia. Seperti dalam pepatah, jika manusianya baik, maka bangsa ini akan ikut baik, dan jika moral manusianya buruk maka bangsa ini akan ikut terpuruk. Jadi, harus dimulai dari diri sendiri , dengan meningkatkan kualitas pribadi,  maka akan menciptakan SDM yang handal, unggul dan  bermartabat.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam keterangan pers usai Pertemuan Silaturahim dengan Para Pemimpin Lembaga Negara di Istana Negara, Jakarta (15/8) menyampaikan, bahwa “Kami semua para pemimpin lembaga-lembaga negara kembali meneguhkan semangat, tekad, komitmen dan langkah-langkah, kami semua untuk terus membangun negeri ini menuju masa depan yang lebih baik, Indonesia yang makin damai, adil, demokratis dan sejahtera berdasarkan Pancasila, UUD 1945, bentuk NKRI dan sasanti Bhineka Tunggal Ika”.
Presiden menyadari, bahwa membangun  suatu bangsa adalah sebuah proses panjang yang tentu tidak pernah sepi dari ujian, tantangan dan cobaan. Tetapi apabila bangsa ini tetap dan mau bersatu bekerja bersama-sama dan bekerja keras, seberat apapun permasalahan dan tantangan yang dihadapi, maka akan dapat mewujudkan cita-cita negara sebagaimana yang telah dirumuskan para pendiri   Republik pada tahun 1945 yang lalu.
Jika kita merenungkan dan mengenang kembali akan perjuangan para pahlawan kemerdekaan tahun 1945, maka terlintas jelas di benak dan sanubari kita bahwa semangat pertempuran yang  dilakukan oleh  para pejuang kemerdekaan  pada waktu itu,  bagaikan api tak kunjung padam, sebegitu hebat  semangat juangnya  dan menyatu pada jiwa para pahlawan pejuang 45. Namun demikian, tak kalah pentingnya  dengan peran kita semua sekarang ini. Perjuangan belum selesai, korban telah banyak berjatuhan, maka marilah kita tingkatkan terus jiwa dan semangat 45 dengan mewujudkan jiwa pembangunan yang tangguh, terampil untuk dipersembahkan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta.
Sekali Merdeka, tetap Merdeka….
Thu, 08-16-2012 08:52 WIB
Tradisi Mudik Lebaran Bagi Masyarakat Indonesia
By : Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi
- Read: 6357 times



Pada umumnya masyarakat Indonesia menjelang Lebaran atau Idul Fitri, rutin pulang ke kampung halaman alias mudik. Mereka tak peduli betapa pun kesulitan yang dihadapinya untuk mudik lebaran. Seperti : berdesak-desakkan di kareta, berjubel di bis, dan kemacetan panjang di perjalanan. Begitu juga kalau memakai sepeda motor dengan resiko kepanasan dan kehujanan. Semua itu dilakukan dalam rangka merayakan hari Lebaran di kampung halaman, sekaligus untuk ajang silaturahmi bersama sanak-keluarga.
Mudik sudah menjadi  tradisi dikala lebaran. Jutaan masyarakat Indonesia yang merantau berbondong-bondong pulang kampung.  Mudik atau pulang kampung adalah hal yang dinantikan dan sekaligus merupakan salah satu kebahagiaan tersendiri, karena mereka senantiasa rindu untuk pulang ke asal muasal  yaitu kampung halaman serta kangen akan kasih sayang dan belaian kasih kedua orang tua tercinta.
Semangat  Lebaran di Kampung
Bukan sekedar  budaya masyarakat  Indonesia,  tapi sudah menjadi bagian dari tradisi atau  sebuah peradaban kaum muslimin di Indonesia dan negara asia lainnya, serta sudah menjadi gaya hidup modern  orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan, yang berasal dari daerah lain,  yaitu mudik lebaran di kampung, bagian dari  semangat “Menyambut Hari Raya Idul Fitri”.
Saling mengunjungi antar kerabat, antar tetangga dan teman, adalah bagian dari  aktivitas yang rutin dilakukan ketika lebaran. Dengan aktivitas ini, anggota keluarga dan kerabat  saling bertemu,  bahkan berkumpul di satu tempat. Para tetangga pun saling berjumpa satu sama lain, juga dengan teman-teman yang dikenal. Berangkat dari semua ini, momentum lebaran tentunya menjadi kesempatan dan kebahagiaan tersendiri bagi kita semua.
Tradisi  Mudik dikaitkan dengan Lebaran
Tradisi  mudik yang selalu dikaitkan dengan lebaran, terjadi awal pertengahan dasawarsa 1970-an, ketika Jakarta tampil sebagai  salah satu  kota besar  di Indonesia yang mengalami kemajuan luar biasa. Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sodikin (1966-1977),  berhasil disulap menjadi kota Metropolitan. Bagi penduduk kota-kota lain, terutama orang-orang udik, Jakarta menjelma menjadi  kota impian, Jakarta menjadi tempat penampungan orang-orang udik yang di kampung tidak beruntung dan di Jakarta seolah-olah akan kaya. Lebih dari 80% para urbans ini datang ke Jakarta hanya untuk mencari pekerjaan. Di Jakarta eksistensi mereka tenggelam, sementara legitimasi sosial atas keberadaan mereka juga tak kunjung datang. Itulah sebabnya kehadiran mereka di Jakarta akan dapat memenuhi harapan hidupnya.
Lebaran adalah momentum yang tepat untuk itu, sebab pada hari lebaran ada dimensi keagamaan, ada legitimasi seolah-olah lebaran adalah waktu yang tepat untuk berziarah. Mudik  ke kampung halaman adalah kamuflase dari semangat memperoleh legitimasi sosial dan menunjukkan eksistensinya.
Itulah awal mula pulang kampung atau mudik menjadi tradisi yang seolah-olah mempunyai akar budaya. Jadi sesungguhnya,  tradisi mudik lebih disebabkan oleh problem sosial dan sama sekali tidak didasarkan oleh akar budaya.   Sebagian besar para pemudik itu adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang ingin menunjukkan kepada masyarakat udiknya seolah-olah di Jakarta mereka telah mencapai sukses.
Sesungguhnya mudik lebaran di Indonesia tidak punya akar tradisi budaya, melainkan lebih disebabkan oleh problem sosial akibat sistem pemerintahan yang sentralistik dan Jakarta sebagai pusat segala-galanya pada waktu itu. Mengingat para pemudik sebagian besar adalah mereka yang belum dapat tinggal dan hidup mapan di Jakarta, maka mudik lebaran menjadi momentum penting bagi mereka untuk melegitimasi keberadaannya di Ibukota, menurutnya  mereka telah mencapai sukses secara materi maupun sosial. Terlepas dari latarbelakang munculnya tradisi  mudik itu, masalah yang ditimbulkannya dari tahun ke tahun menjelang dan sesudah lebaran selalu sama.
Persiapan Pemerintah bagi Pemudik
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah titik berat wilayah pengendalian terpadu secara nasional sekaligus sebagai upaya menyempurnakan penyelenggaraan angkutan lebaran tahun 2012. “Titik berat tersebut meliputi angkutan jalan pada 12 provinsi yang terdiri atas 44 terminal termasuk 33 terminal utama dan bantuan, angkutan kereta api pada 9 daop dan 3 divre, angkutan sungai danau penyebrangan pada 7 lintasan utama, angkutan laut pada 52 pelabuhan, dan angkutan udara pada 24 bandara”, kata Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Suroyo Alimoeso.
Jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor selama masa angkutan lebaran 2012 diprediksi meningkat 6,16 persen atau sebanyak 2.514.634 kendaraan, meningkat dari jumlah tahun 2011 sebanyak 2.368.720 kendaraan. Sedangkan untuk jumlah mobil pribadi diprediksi meningkat 5,6 persen sebesar 1.605.299 kendaraan, meningkat dari jumlah mobil pribadi yang mudik tahun 2011 sebesar 1.520.150 kendaraan.
Untuk mengantisipasi gangguan kelancaran lalu lintas selama angkutan lebaran di jalur mudik dan balik, Kementerian Perhubungan telah berkoordinasi dengan pihak-pihak yang tekait, seperti : Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah dan Kepolisian.
Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk mudik, terutama bagi pengendara sepeda motor ataupun kendaraan mobil. Berikut ini persiapan yang harus dilakukan :
  1. Periksalah kondisi fisik kendaraan anda, baik itu motor maupun mobil;
  2. Bagi pengendara sepeda motor, gunakan celana panjang (diutamakan celana jeans), gunakan jaket yang berwarna terang, gunakan sepatu yang aman dan tidak membatasi gerak anda, menggunakan sarung tangan dan masker serta membawa jas hujan.
  3. Jangan lupa siapkan obat-obatan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan membawa perkakas motor.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pengantar Sidang Kabinet Paripurna tentang Persiapan Lebaran 1433 H, mengatakan : “Meskipun mudik lebaran berlangsung setiap tahun dan memiliki pengalaman lengkap dalam mengamankan dan melayani pemudik, akan tetapi tidak boleh menganggap sebagai kegiatan rutin. Selain  itu, Presiden mengajak segenap jajaran pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas yang mulia ini, untuk membantu dan melayani saudara-saudara kita  yang akan melakukan mudik lebaran tahun ini. Semoga mudik lebaran menjadikan ibadah.
Selasa, 08 Januari 2013 - 14:20 WIB
Tentang Kenaikan Anggaran KUR 2013
Oleh : Alfurkon Setiawan *)
- Dibaca: 3408 kali



Momentum diluncurkannya Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan salah satu program pemerintah di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2007 telah direspon dengan baik oleh masyarakat. Terbukti  jumlah penyaluran KUR telah mencapai Rp. 6,8 trilliun dengan 672 ribu debitur. Program KUR ini  mendapat pengakuan Internasional dari Global Microcredit Summit Campaign.
Pemerintah meningkatkan lagi target penyaluran Kridit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2013 menjadi Rp. 36 triliun. Angka ini meningkat Rp. 6 triliun jika dibandingkan  tahun 2012 sebesar Rp. 30 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, mengaku optimistis target ini akan bisa terlampaui mengingat tingginya animo masyarakat, terutama pengusaha kecil di dalam  meningkatkan usahanya. Hal ini terlihat dari realisasi penyaluran KUR pada tahun 2012 mencapai Rp. 34 triliun yang melebihi target semula Rp. 30 triliun.
Begitu juga realisasi penyaluran KUR pada sektor hulu, tercatat mengalami peningkatan sampai  34 persen atau melampaui target 25 persen pada tahun 2012. Dengan adanya peningkatan tersebut, KUR dinilai tidak hanya didominasi oleh pedagang hilir saja, tetapi peningkatannya berdampak  ke sektor hulu (Pertanian, Perikanan dan Perkebunan).
Untuk lebih meningkatkan dan memasyarakatkan program KUR, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap suku bunga  KUR, yang sebelumnya maksimum  22 persen untuk usaha mikro dan maksimum 13 persen untuk usaha ritel. Penyesuaian ditetapkan menjadi 0,95 persen  untuk usaha mikro dan 0,57 persen untuk usaha ritel, selama tiga bulan. Usaha ini dilakukan untuk mempermudah masyarakat melakukan pinjaman dalam jangka pendek.
Pelaksanaan KUR harus  ditingkatkan kualitasnya dengan mensinergikan antara beberapa pihak, di antaranya : Pihak Bank (Perbankan), Pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Masukan dari masyarakat selama ini adalah ketatnya persyaratan agunan dalam meminjam modal melalui KUR. Meski sudah ada lembaga penjaminan bagi KUR ini , namun perlu disenergikan oleh semua pihak, sehingga ke depan KUR lebih mudah diakses oleh pelaku usaha kecil dan menengah.
Bank Nasional Penyalur KUR
Sampai bulan Desember 2012, bank nasional penyalur  Kridit Usaha Rakyat (KUR) sebanyak 7 (tujuh) bank, yaitu : 1. Bank Nasional Indonesia (BNI), 2. Bank Rakyat Indonesia (BRI), 3. Bank Mandiri, 4. Bank Tabungan Negara (BTN), 5. Bank Bukopin, 6. Bank Syariah Mandiri (BSM) dan 7. Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah).
Tabel 1. Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional
(31 Desember 2012)
NO
BANK
REALISASI PENYALURAN KUR
NPL (%)
Plafon
Outstanding
Debitur
Rata-rata Kredit
(Rp juta)
(Rp juta)
(Rp juta/debitur)
1
BNI
  10.679.297
     5.230.265
     153.050
                     69,8
7,3
2
BRI (KUR Ritel)
  12.626.671
     5.436.204
        79.084
                   159,7
3,1
3
BRI (KUR Mikro)
  46.670.190
   14.448.280
  7.057.766
                       6,6
1,7
4
BANK MANDIRI
  10.796.762
     6.177.445
     210.453
                     51,3
2,0
5
BTN
    3.273.465
     1.961.075
        19.181
                   170,7
5,8
6
BUKOPIN
    1.479.878
        599.402
        10.149
                   145,8
6,3
7
BANK SYARIAH MANDIRI
    2.761.083
     1.722.617
        35.263
                     78,3
4,9
8
BNI SYARIAH
          41.750
           31.425
             136
                   307,0
0,0
TOTAL
  88.329.096
   35.606.714
  7.565.082
                     11,7
3,2
Perlunya Sosialisasi
Kridit Usaha Rakyat (KUR) yang diharapkan oleh Pemerintah untuk membantu permodalan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dipandang masih kurang sosialisasi, sehingga pada masyarakat  ekonomi lemah masih ada  yang belum mengetahuinya. Banyak  Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)  yang belum memanfaatkan KUR. Padahal sesuai dengan tujuannya Program KUR ditujukan bagi UMKM dan Koperasi dalam mengatasi masalah permodalan, terutama usaha yang layak namun belum bankable.
Upaya untuk mensosialisasikan program KUR ini terus dilakukan oleh Pemerintah, melalui struktur birokrasi di daerah dan upaya sosialisasi tersebut juga diharapkan bisa ditingkatkan lagi. Proses birokrasi dalam kaitannya dengan sosialisasi program juga harus dipangkas, sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi dengan cepat, akurat dan tidak berbelit-belit.
Pihak Kementerian  Usaha Kecil dan Mikro (UKM),  telah memberikan himbauan kepada para Kepala Dinas di daerah, agar rajin berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat mengetahui adanya program KUR serta mengetahui  bagaimana cara memperolehnya.
Pemerintah telah melakukan upaya menghilangkan beberapa hambatan dalam memperoleh informasi program KUR. Selain itu, untuk permasalahan bunga KUR juga diupayakan untuk diperkecil.
Himbauan dari Kementerian Koperasi dan UKM ditujukan kepada perbankan di daerah – daerah,  agar memudahkan proses pemberian bantuan modal kepada masyarakat yang ingin dan akan mengembangkan usahanya. Jika memang usahanya tersebut tersendat, akan  menjadi tanggungjawab Pemerintah.
Indonesia Sukses
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Mikro (Menkop UKM) Syarief Hasan         (Anataranews, 12 September 2012) mengatakan, bahwa keberhasilan penyaluran Program KUR merupakan cerminan kesuksesan Indonesia dalam mendorong financial Inclusion atau keuangan inklusi. Masalah yang paling sentral dalam penerapan financial adalah jaminan keberlanjutan program tersebut.
Indonesia sukses mengembangkan Program KUR dan menjaga keberlanjutannya. Bahkan “KUR menjadi produk incaran perbankan, sebab terbukti mampu meningkatakan penetrasi kredit mikro dan bisa menjaga profit risiko usaha mikro,” tutur Syarief.
Distribusi KUR Nasional sebagian besar masih ditopang oleh Bank BRI yakni sebesar 60,92 persen dari total KUR. Tahun 2012, realisasi KUR Nasional telah mencapai Rp. 19,04 triliun atau sebesar 63,48 persen dari target penyaluran KUR Nasional  2012 sebesar Rp. 30 triliun.
Kredit Usaha Rakyat merupakan bentuk kredit/pembayaran yang khusus diperuntukan bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak, namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar semua masalah dalam teknis pelaksanaan KUR bisa segera dipecahkan. Presiden juga mengakui bahwa masih terdapat masalah dalam pelaksanaan KUR, sehingga Presiden menilai penting untuk dibahas secara konklusif dalam kelompok kerja pada rapat kerja pemerintah pusat dan daerah.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Mikro (UKM) Syarief  Hasan menyatakan KUR meningkat dari tahun ke tahun. Sejak dicanangkannya, kini sudah mencapai Rp. 87,97 triliun yang dikucurkan kepada masyarakat. Adapun jumlah nasabahnya sudah mencapai 7,1 juta orang lebih. Indonesia menjadi contoh microfinance.
Harapan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat  yang lebih sejahtera akan semakin terwujud, bila semakin banyak warga yang melakukan kegiatan ekonomi produktif. Untuk itu Pemerintah mendukung dengan diberikannya  kemudahan untuk mendapatkan modal usaha melalui Program KUR.
Semoga Program KUR dari tahun ke tahun semakin Meningkat.  
( Kepala Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Kabinet )
Kamis, 15 November 2012 - 05:31 WIB
Humas Pemerintah Dituntut Mampu Mengemas 'Agenda Setting'
Oleh : Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi Setkab
- Dibaca: 4965 kali



Seiring perkembangan arus reformasi birokrasi dan era keterbukaan informasi publik, peran Humas semakin penting dan strategis. Sebagai komunikator publik,  Humas Pemerintah harus mengamankan kebijakan lembaganya, memberikan pelayanan dan menyebarluaskan pesan atau informasi kepada masyarakat tentang  kebijakan dan  program kerja lembaganya. Jadi Humas bukan hanya menyiapkan tempat acara peliputan dan mendampingi pimpinannya kemana pergi saja, namun Humas Pemerintah dituntut mampu mengemas agenda setting.
Selain sebagai komunikator, Humas  bertindak sebagai mediator yang proaktif dalam menjembatani kepentingan instansi pemerintah di satu pihak, dan menampung aspirasi serta memperhatikan keinginan-keinginan publiknya di lain pihak, dan berperan menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan nasional, baik jangka pendek, menengah  maupun jangka panjang.
Pertemuan Tahunan BAKOHUMAS Tingkat Nasional Tahun 2012 yang diselenggaan secara rutin oleh Badan Koordinasi Kehumasan  Pemerintah (BAKOHUMAS) Kementerian Komunikasi dan Informatika  merupakan suatu bukti bahwa Humas Pemerintah baik di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota memiliki kepedulian dan komitmen yang tinggi dalam upaya melakukan evaluasi dan sekaligus berbenah diri guna mengoptimalkan peran dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Pejabat Humas perlu memperhatikan bahwa dalam menjalankan aktivitas  tugas dan fungsinya, hendaknya  mampu memelihara nama baik institusi/lembaga, mampu melakukan pelayanan yang memadai, mampu menjalankan aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat  akan informasi.
Dalam mengelola informasi, Humas harus sudah mulai membuka diri terhadap informasi-informasi yang sangat diperlukan oleh publik (masyarakat) untuk dapat diakses, kecuali terhadap informasi yang memang berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ( UU No. 14 Tahun 2008 )  dikecualikan. Ada informasi yang tidak boleh disampaikan kepada publik sebagaimana tercantum dalam Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik, diantaranya :
  1. Informasi yang dapat menghambat proses penegakan hukum;
  2. Informasi yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
  3. Informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
  4. Informasi yang dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
  5. Informasi yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional;
  6. Informasi yang dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
  7. Informasi yang dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir atau wasiat seseorang;
  8. Informasi yang dapat mengungkapkan rahasia pribadi
  9. Memorandum atau surat antar badan publik dan
  10. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
Menteri Komunikasi  dan Informatika Tifatul Sembiring dalam arahannya pada acara Pertemuan Tahunan Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah (BAKOHUMAS) di Makassar, Sulawesi Selatan tanggal 6 November 2012, menyatakan bahwa Humas sebagai  agen  pembentuk opini publik, harus mampu berperan sebagai agen yang menghubungkan organisasi dengan publiknya.
Komponen yang harus dibangun oleh Pemerintah adalah citra lembaga/institusinya melalui pendiseminasian elemen visual, verbal dan perilaku sebagai cerminan aktualisasi dari visi pemimpin organisasi yang terintegrasi dengan misi dan rencana strategis lembaga/institusi itu sendiri.
Pada prinsipnya  Humas Pemerintah dituntut untuk mampu mengemas agenda setting kebijakan instansi, untuk disampaikan ke media sebagai agenda setting media dan diterima oleh publik sebagai agenda settingnya publik atau masyarakat.  “Melalui penciptaan agenda setting kebijakan oleh semua Humas Pemerintah, ke depan publik akan mendapatkan informasi alternatif dan benar, sehingga masyarakat tidak lagi terbelenggu oleh “anomali”  informasi yang setiap detik membanjiri ranah publik, bahkan ranah privasi seseorang,” tegas Tifatul.
Selain itu Menkominfo mengatakan, ditengah banyaknya media yang punya banyak kepentingan, jajaran Humas Pemerintah harus bisa menyampaikan komunikasi dan informasi secara baik dan jelas, sehingga tidak menjadikan misskomunikasi dan missinformasi.
Peran dan Tanggungjawab Humas Pemerintah
Keberadaan unit kerja Humas Pemerintah sangat dibutuhkan oleh setiap instansi pemerintahan. Selain memiliki peran penting dalam mendukung tugas pemerintahan, Humas Pemerintahan secara eksplisit diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. 109/M.PAN/11/2005. Pasal 4 dikatakan : Tugas pokok pranata humas adalah melakukan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan, meliputi perencanaan pelayanan informasi dan kehumasan, pelayanan informasi, hubungan kelembagaan, hubungan personil, dan pengembangan pelayanan informasi dan kehumasan.
Humas Pemerintah harus menyediakan dan memberikan informasi kepada mayarakat dan stakeholders semua kegiatan pemerintah yang akan dan sedang dilaksanakan. Selain itu, berkomunikasi dengan masyarakat untuk memperoleh dukungan dan partisipasi  masyarakat dalam melaksanakan kebijakan publik serta menjalin hubungan baik dengan stakeholders.
Humas Pemerintah harus membangun kepercayaan publik melalui jalur komunikasi dengan menunjukkan hasil kerja nyata dan menyusun strategi komunikasi efektif serta membentuk sikap dan prilaku dari orang yang diberi kepercayaan. Humas Pemerintah dituntut bersinergi dan berkoordinasi untuk menjadi citra pemerintah secara keseluruhan.
 Sinergitas perlu dibangun dalam hal pendistribusian informasi-informasi melalui potensi media yang sesuai dengan sifat-sifat demografis publik/masyarakat. Untuk itu, Badan Koordinasi Humas Pemerintah, baik yang berkedudukan di Pusat maupun di Daerah, perlu segera membangun sinergitas melalui aktivitas nyata dan membangun mekanisme aliran informasi dari Pusat ke Daerah atau sebaliknya.
Eksistensi Humas Pemerintah sesungguhnya sangat strategis. Kehadiran Humas dibutuhkan, terutama dalam rangka menyampaikan  berbagai informasi publik yang memang wajib diketahui badan publik (Lembaga Pemerintah) kepada masyarakat. Untuk itu, Humas harus menjalankan tugas secara profesional seperti memahami cara berkomunikasi yang baik, memahami budaya birokrasi dan memahami adat istiadat masyarakat setempat.
Semoga Humas Pemerintah dapat mengikuti perkembangan zaman dan bukan ketinggalan zaman. .

Minggu, 05 April 2015

Sabtu, 16 Februari 2013 - 05:25 WIB
Jangan Sia-siakan Program Jamkesmas
Oleh : Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi Setkab
- Dibaca: 9220 kali



Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah kelanjutan dari Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin atau dikenal dengan istilah Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin). Program ini telah direspon dengan baik oleh masyarakat, terutama masyarakat  miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan untuk mengatasi hambatan dan kendala yang diterima oleh penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan serta untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat miskin.
Jamkesmas adalah bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah dan diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan sejak tahun 2008.
Manfaat program Jamkesmas adalah:
  1. Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan yang melaksanakan program Jamkesmas;
  2. Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar dan terkendali mutu dan biayanya;
  3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
Kebijakan  Pemerintah tentang Jamkesmas/Askeskin diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu selama masa transisi UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Adapun pelaksanaannya  diserahkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Landasan Hukum dari kebijakan ini adalah Keputusan Menteri Kesehatan No. SK. No. 1241/Menkes/SK/XI/2004 tentang Penugasan PT. Askes (Persero) dalam Pengelolaan Program Pemeliharaan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PKBMM).
Pemerintah perlu memantapkan  penjaminan kesehatan melalui Jamkesmas sebagai awal dari pencapaian jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk. Berdasarkan pengalaman masa lalu dan belajar dari pengalaman negara lain, sistem Jamkesmas merupakan suatu pilihan yang tepat dan menjadi pemicu bagi perubahan-perubahan mendasar seperti : Penataan Standar Pelayanan, Standar Tarif, Penataan Penggunaan Obat yang Rasional, Peningkatan Kemampuan serta mendorong Manajemen Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, untuk lebih efesien yang berdampak pada kendali mutu dan kendali biaya.
Penetapan Peserta Jamkesmas  2013
Pelaksanaan penetapan data kepesertaan Jamkesmas tahun 2013, mengacu kepada database terpadu yang dikeluarkan oleh Tim Nasional  Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)  berdasarkan hasil survei pendataan Program Perlindungan Sosial (PPS)  tahun 2011 yang dilaksanakan Biro Pusat Statistik (BPS).
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti pada acara Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta (4 Februari 2013) menjelaskan bahwa untuk  tahun 2013, kepesertaan yang  dijamin oleh  program Jamkesmas berdasarkan anggaran yang tersedia sebanyak 86,4 juta jiwa (Berdasarkan tingkat sosial terendah dari seluruh penduduk Indonesia adalah 96 juta).
Berdasarkan data peserta by name by addres, Kementerian Kesehatan melakukan pendataan dan pendistribusian kartu Jamkesmas.  PT Askes (Persero) memberikan nomor identitas bagi peserta sesuai kode yang ditetapkan oleh PT Askes sebagai Pengelola Manajemen Kepesertaan.
Implementasi pendataan masyarakat miskin  dan tidak mampu untuk sasaran Jamkesmas 2013, sebaiknya menggunakan data  Pendataan Penanggulangan Perlindungan Sosial (PPLS)  tahun 2011, dan penetapan kriteria miskin dan tidak mampu mengacu kepada kriteria yang ditetapkan BPS.
Untuk mempercepat  penurunan angka kemiskinan, pemerintah melalui  Tim Nasional  Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Biro Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dan  mengarah pada satu data dan  satu sasaran yang sama sehingga mudah dalam pelaksanaannya.
Pendistribusian Kartu Biru
Peserta Jamkesmas mulai 1 Januari 2013 sudah mendapatkan kartu baru  yang berwarna biru. Bagi yang belum menerima kartu baru,  maka kartu lama yang berwarna hijau, masih dapat  dipergunakan sampai  28 Februari 2013. Namun pada 1 Maret 2013 semua peserta Jamkesmas wajib menggunakan kartu Jamkesmas baru.  PT. Askes (Persero) melaksanakan tugas kepesertaan Jamkesmas 2013 dengan menerbitkan surat Keabsahan Peserta (SKP).
Kementerian Kesehatan telah mencetak dan mendistribusikan  kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat  (Jamkesmas) tahun 2013 untuk 86,4 juta penduduk Indonesia. Pendistribusian kartu  berwarna biru tersebut,, dilakukan melalui 497 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan 9.900 Puskesmas di seluruh Indonesia.
Setelah semua peserta mendapatkan kartu Jamkesmas, secara otomatis masyarakat miskin dan tidak mampu,  tidak diperbolehkan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit, Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Kementerian Kesehatan akan  melakukan validasi data kepesertaan Jamkesmas dalam kurun waktu enam bulan sekali. Langkah tersebut disiapkan dengan membuat Peraturan Pemerintah (PP) terbaru untuk validasi data Jamkesmas. Hal ini menjadi perhatian supaya program Jamkesmas dari APBN dapat terserap dan tepat sasaran.
Adapun konsep validasi data yang diatur dalam PP baru menyangkut aspek pendapatan dan status. Memang terjadi kecemburuan terkait pendataan peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesmas) tetapi hal ini sangat kasuistik.
Permasalahan di Lapangan
Seperti yang pernah Penulis dapatkan/ketahui pada waktu melaksanakan tugas pemantauan dan evaluasi tentang pelaksanaan  program Jamkesmas ke beberapa daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sering ditemukan beberapa masalah dan kendala  di Rumah Sakit dan Puskesmas. Sebagai contoh ada pasien dirawat di Rumah Sakit dengan menggunakan fasilitas  Jamkesmas, padahal pasien tersebut dikatogorikan keluarga mampu dan berangkat ke Rumah Sakit  pakai mobil milik pribadi, tapi mereka tidak malu menggunakan fasilitas masyarakat miskin.
Selain itu, ada juga pasien tidak mampu yang dirawat inap di Rumah Sakit rujukan, harus membayar dengan biaya cukup mahal, alasannya dikarenakan keluarganya terlambat mengurus persyaratan untuk menggunakan kartu Jamkesmas atau fasilitas masyarakat miskin.
Ada juga  pelayanan yang tidak semestinya  dengan memandang sebelah mata,  membuat keluarga pasien kecewa.  Sampai keluarga pasien mengatakan berapa pun biayanya asalkan pasien dapat sembuh, maka akan kami bayar.
Pihak Rumah Sakit dan Puskesmas harusnya mengutamakan pelayanan untuk kesembuhan pasien, karena pemerintah telah memprioritaskan  dan membiayai program Jamkesmas untuk masyarakat miskin dan tidak mampu.
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, dr. Supriyantoro, Sp.P.MARS mengungkapkan, bahwa pendistribusian Kartu Jamkesmas bukan pekerjaan mudah. Kendalanya, kartu peserta terlambat diterima oleh dinas kesehatan, kartu yang diterima rusak, terpotong dan tulisan tidak terbaca. Sedangkan dari segi kepesertaan, peserta tidak ditemukan karena meninggal dunia, pindah alamat atau peserta dapat kartu tetapi belum dapat digunakan di Rumah Sakit dan Puskesmas karena peserta baru.
Penulis berpendapat, sebaiknnya pemerintah melakukan pendataan yang komperhensif  terhadap peserta program Jamkesmas, sampai ke pelosok pedesaan terpencil, agar mereka mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh kartu Jamkesmas. Seperti yang kita ketahui, banyak permasalahan ketidaktepatan data sasaran jamkesmas, hal ini karena mengingat banyaknya keluhan dan masukan, baik dari pasien maupun keluarganya serta pihak lain, akan menjadi bahan masukan lebih baik lagi.
Semoga Program Jamkesmas ini ke depan lebih baik lagi.....

Menyambut Pesta Demokrasi Pilpres 2014

Oleh: Desk Informasi ; Diposkan pada: 18 Jun 2014 ; 93451 Views Kategori: Artikel

Oleh : Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi Sekretariat Kabinet
alfurkon_setiawan_19 Juli 2014 adalah tanggal yang sangat dinantikan oleh masyarakat Indonesia dimana saja berada. Mengingat pada tanggal tersebut dilaksanakan “Pesta Demokrasi Pemilihan Presiden (Pilpres)” untuk memilih pimpinan bangsa dan negara Indonesia lima tahun ke depan, secara langsung, umum, bebas dan rahasia.
Pelaksanaan Pilpres yang diikuti oleh 2 (dua) kandidat ini sungguh luar biasa, akan membuat perpolitikan di Indonesia menjadi hangat. Para kandidat bersama tim sukses masing-masing akan berlomba-lomba mencari dukungan pemilih, baik itu dari unsur tokoh politik, tokoh agama, tokoh masyarakat, artis/seniman dan pemilih pemula (mahasiswa dan pelajar).

Pilpres 2014 tentunya membawa angin segar bagi masa depan bangsa dan negara Indonesia, karena dalam menyambut pesta demokrasi pilpres ini masyarakat mengharapkan agar pelaksanaannya dapat berjalan secara bersih, damai dan berkualitas, serta mampu menghasilkan perubahan perubahan di berbagai segi kehidupan  yang positif.
Seperti yang diungkapan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik bahwa pihaknya amat berharap gelaran lima tahunan ini benar-benar bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia dengan damai, sesuai harapan semua pihak. ”Kami ingin kompetisi bisa lebih diikuti masyarakat kita secara lebih nyaman, membawa ide-ide dan gagasan berlian, juga menawarkan program kerja yang dinantikan sesuai kebutuhan masyarakat,” tutur Husni.
Selain itu, Husni berharap agar para Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) juga turut serta membantu KPU dalam mewujudkan Pilpres 2014 yang santun, bersih dan damai. “Mari bersama-sama Capres dan Cawapres menggunakan bahasa yang dilontarkan sejuk dan menggugah. Begitu juga yang disampaikan oleh tim kampanye masing-masing pendukung Capres dan Cawapres,” harapnya.
Keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak politiknya menjadi tanggung jawab semua pihak, agar dapat memilih kandidat Capres dan Cawapres yang mampumensejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Harus didorong partisipasi masyarakat secara sukarela menggunakan hak politik/pilihnya, tetapi bukan atas dasar paksaan/intimidasi baik materil maupun non materil. Semakin tinggi partisipasi rakyat semakin legitimated kualitas pelaksanaan Pilpres.
Karena itu, masyarakat hendaknya menyambut “Pesta Demokrasi Pilpres 2014”,  dan membantu Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) untuk memantau pelaksanaan Pilpres, karena semakin banyak yang memantau, pelaksanaannya tentu akan lebih jujur dan adil. Sudah bukan waktunya lagi bagi masyarakat bertindak abstain (tidak menggunakan hak pilihnya) karena setiap suara pemilih bakal menentukan nasib masa depan bangsa dan negara Indonesia tercinta.

Eksistensi Media Sosial dan Masyarakat
Mencermati eksistensi informasi atau berita-berita di media sosial soal Capres dan Cawapres yang ikut bertarung, sepertinya ada perang informasi. Terjadi saling serang, saling fitnah, saling sebar kebencian, dan merasa paling hebat, paling benar dan paling layak dipilih. Semua itu, ada yang menyimpulkan sebagai kampanye gelap (black campaign) dan kampanye buruk (negative campaign).
Sebagian masyarakat meragukan efektivitas kampanye lewat media sosial yang diprediksi akan menarik pendukung “semu” bagi kandidat Presiden di Indonesia. Namun pengamat politik Anisa Santoso melihat penggunaan media sosial dalam kampanye terbukti menjadi penentu kemenangan Partai Konservatif dalam Pemilihan Umum 2010 di Inggris.
Hampir seluruh media cetak, elektronik dan media online mengangkat sekitar  perseturuan dua kubu pendukung Prabowo – Hatta Rajasa dan  Joko Widodo – Jusuf Kalla yang menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden melalui pernyataan dan opini para pengamat yang handal dan profesional di bidangnya, baik itu pro maupun kontra.
Menurut pandangan penulis, sebaiknya, pihak media massa menjaga independensi dan berpijak pada kode etik jurnalistik. Reputasi dan harga diri pengelola media sangat ditentukan oleh hal itu. Begitu juga wartawan hendaknya jangan dimobilisasi demi kepentingan pengelola media.
Semoga Pilpres 2014 dapat melahirkan pemimpin dan negarawan yang handal dan profesional,serta tidak mengedepankan kepentingan kelompok dan golongannya, tetapi mengedapankan kepentingan bangsa dan negara, terutama dapat mensejahterakan masyarakat Indonesia dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Harapan penulis, agar pesta demokrasi Pilpres 2014 yang kita nantikan selama ini, dapat berjalan damai, bermatabat, sukses dan jangan ada yang menodainya, mengingat semangat, waktu dan biaya yang dikeluarkan sangat berharga.
Sukses Pilpres, harapan  kita semua…..

Selasa, 31 Maret 2015

Pemuda Harapan Bangsa

Pemuda Harapan Bangsa

Wahai pemuda pemudi harapan bangsa
Engkaulah sebagai generasi penerus
Engkaulah sebagai generasi pengganti
yang nanti akan meneruskannya

Wahai pemuda pemudi harapan bangsa
Dari sekaranglah kau berjuang
Dari sekaranglah kau berlatih
Agar kelak berguna bagi kita

Kalau kau menjadi pemuda pemudi harapan bangsa
Janganlah kau berputus asa
Semangatlah dalam berjuang
demi masa depan yang cemerlang.

(Karya : Alfurkon Setiawan Tea)

Peran Humas Dalam Mensukseskan Program Pemerintah

Oleh: Desk Informasi ; Diposkan pada: 17 Mar 2015 ; 1529 Views Kategori: Artikel
Foto Sendiri OkeOleh : Alfurkon Setiawan  (Kepala Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Kabinet RI)
Humas pemerintah merupakan ujung tombak dalam menyampaikan program dan kinerja pemerintah.  Selain itu, humas sebagai corong atau sumber informasi, dituntut kemampuannya dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman yang sangat cepat terutama menghadapi perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi.
Humas pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan pengelolaan  informasi  di setiap instansinya, serta mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam mensukseskan berbagai program pemerintah yang hasilnya dapat dinikmati oleh publik.
Untuk meningkatkan kemampuan, perangkat  humas harus menguasai teknologi informasi dan komunikasi, termasuk di dalamnya media sosial sehingga dapat mengetahui kebutuhan publik. Lebih penting lagi, humas harus menjalin sinergi dan akrab dengan wartawan, agar dapat mengontrol informasi yang disampaikan kepada publik.
Menurut difinisi dari Scott M. Cutlip dan Allen H. Center, humas merupakan fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan publik, serta merencanakan dan melakukan suatu program kegiatan untuk memperoleh pengertian, pemahaman, dan dukungan dari publiknya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada acara Forum Tematik Kehumasan yang bertema “ Penguatan Kelembagaan Humas Pemerintah Pusat dan Daerah Untuk Mendukung Fungsi Government Public Relation “ (GPR), pada 5 Maret 2015, di Aula Sekretariat Negara, mengingatkan kalangan humas harus mengubah pola pendekatan kepada masyarakat, yakni dari cara kuno ke modern yang lebih partisifatif. Selain itu, humas harus mengajak masyarakat menjadi bagian dari proses sehingga ada jalinan emosional dengan humas, dan  masyarakat pun akan merasa memiliki tanggungjawab dan melakukan sharing kepedulian yang lebih banyak lagi.
Pengamat dan Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto juga mengatakan, salah satu program “Nawacita” Jokowi – JK terkait bidang komunikasi dan informasi adalah membangun tata kelola pemerintahan yang efektif dan terpercaya. “Artinya, humas pemerintah dituntut meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi serta mempermudah akses informasi tersebut bagi masyarakat,”.
Jadi pada prinsipnya, pada era keterbukaan informasi publik, posisi pranata humas harus berperan penting dalam menjaga citra positif lembaga pemerintahan, agar sembilan program pemerintah Jokwi dan JK yang biasa disebut program “Nawa Cita” dapat dilaksanakan dengan penuh semangat kerja. Program ini digagas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Penggunaan Teknologi  Informasi dan Komunikasi
Seiring semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi yang beredar di tengah masyarakat sebagai  akibat dari tuntutan zaman, humas harus mampu menggunakan perangkat teknologi tersebut, guna mendistribusikan inforrmasi kepada publik secara cepat, tepat dan efektif.
Para praktisi humas mengungkapkan bahwa dunia public relation  sedang memasuki masa kebangkitan dengan keberadaan teknologi informasi dan komunikasi. Keberadaannya membuat para praktisi humas mampu mencapai sasarannya kepada publik secara langsung tanpa intervensi pihak-pihak yang dapat menghambat kegiatan komunikasinya.
Teknologi informasi dibutuhkan keberadaanya sebagai alat penunjang dan media. Dalam melaksanakan relasi/hubungan  yang baik, penggunaan teknologi informasi dapat memberikan ruang bagi praktisi humas dalam merealisasikan tujuan yang ingin dicapai. Contoh dari teknologi informasi yang digunakan dalam praktek public relation adalah komputer dan internet. Para praktisi humas dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan publik yang perlu mereka ketahui dan gunakan dalam relasinya.
Selain itu, teknologi komunikasi yang dapat digunakan dalam public relation adalah internet dan telepon. Internet bukan hanya sarana untuk mencari informasi, melainkan sarana yang baik untuk berkomunikasi. Misal, dengan e-mail, media social, website, semua kegiatan komunikasi dan hubungan dapat berjalan dengan lancar. Jadi dengan teknologi komunikasi, kemampuan untuk menyampaikan dan menerima pesan,  jauh lebih mudah dan efektif.
Humas Bersinergi dengan Wartawan
Humas pemerintah harus mampu bersinergi/bermitra dengan wartawan (Media Cetak, Media Elektronik dan Media Sosial), serta  lembaga pers lainnya dalam membantu pemerintah untuk menyebarluaskan informasi program pembangunan  kepada masyarakat.
Waktu menjabat sebagai Kepala Sub. Bagian : Kewartawanan, Pemberitaan dan Analisa Berita di Biro Dokumentasi dan Pers Media, Sekretariat Presiden, penulis selalu bersinergi dalam memberikan pelayanan peliputan kepada para Wartawan Kelompok Sekretariat Negara atau istilah singkatnya WKS.
Penulis dalam melaksanakan tugas kesehariannya selalu dekat dengan wartawan, baik itu wartawan pusat atau ibukota maupun wartawan daerah, serta  tidak ada jarak  dengan para wartawan. Penulis akrab dan selalu berdiskusi jika ada masalah/berita yang muncul ke permukaan yang sifatnya merugikan kedua belah pihak ( Pemerintah dan wartawan/Media ).
Salah satu contoh, misalnya ada kegiatan/acara Presiden di luar kota, seperti peresmian, peninjauan dan temu wicara. Penulis yang ditugaskan sebagai Tim Advance, selalu bekerjasama dengan Humas Daerah dalam mempersiapkan sarana dan prasarana untuk peliputan wartawan pusat dan Daerah, sehingga para wartawan merasa nyaman dan mudah dalam melaksanakan peliputan tersebut.
Jadi, pada prinsipnya bahwa sinergitas atau hubungan kemitraan antara Humas dan Wartawan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dapat diwujudkan secara optimal, maka ada beberapa hal yang sangat penting dilaksanakan oleh setiap pejabat atau pranata humas, diantaranya : 1. Hubungan Humas dengan Wartawan bersifat professional; 2. Humas harus mengetahui seluk beluk wartawan, termasuk irama kerjanya wartawan serta fungsi media massa; dan 3. Humas harus memiliki kemampuan praktik jurnalisme seperti meliput wawancara, memotret, menulis berita langsung, berita khas (feature news) dan artikel.
Selain itu, humas harus mampu mengenali wartawan dan redaktur secara personal. Serta  humas jangan bersifat diskriminatif terhadap wartawan/media massa, namun harus memperlakukan secara adil terhadap wartawan.
Semoga Humas ke depan lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya.

Bangkitnya Reformasi dan Revolusi Mental di Indonesia

Oleh: Desk Informasi ; Diposkan pada: 29 Mar 2015 ; 700 Views Kategori: Artikel
Foto Sendiri OkeOleh : Alfurkon Setiawan  ( Kepala Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Kabinet RI )
Gaung Reformasi di Indonesia menggema sejak tumbangnya rezim Orde Baru dibawah pimpinan Presiden Jenderal Soeharto tahun 1998. Reformasi ini  belum menyentuh paradigma, mindset, dan budaya politik kita dalam rangka pembangunan bangsa (nation building). Untuk itu, agar perubahan benar-benar bermakna dan berkesinambungan, serta sesuai cita-cita pendiri bangsa, maka kita perlu melakukan reformasi dan revolusi mental yang fundamental.
Reformasi, yang baru menyentuh sektor kelembagaan negara saja, seperti yang sekarang berjalan, tidak  cukup untuk menghantarkan Indonesia menuju cita-cita bangsa seperti yang telah diproklamirkan oleh para pendiri bangsa. Jika, kita gagal melakukan perubahan dan pemberantasan terhadap KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dan pelecehan terhadap hukum/peraturan yang berlaku, maka semua keberhasilan reformasi ini akan lenyap dan hancur ditelan zaman.
Reformasi menurut “Khan” adalah perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.
Birokrasi pemerintahan yang seharusnya menjadi motor penggerak dalam meningkatkan daya saing bangsa, kenyataannya justru menunjukkan sebaliknya, alias masih belum sesuai dengan harapan. Untuk itu, transformasi organisasi dan budaya kerja di lingkungan birokrasi ke arah yang lebih baik harus digalakkan.
Transformasi organisasi dilakukan melalui revitalisasi strategi, konsolidasi struktur dan bisnis proses, sedangkan transformasi budaya kerja dilakukan melalui penguatan keyakinan, nilai-nilai dan perilaku. Selain itu,  perubahan mindset dan cultur birokrasi, dari birokrasi priyayi ke birokrasi melayani serta dari birokrasi inefisien ke birokrasi efisien  melalui reformasi birokrasi dan revolusi mental harus dilakukan bersamaan.
Sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan korektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental, menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi. Kita juga memerlukan birokrat dan birokrasi yang bersih, handal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan mendukung pelaksanaan  pemerintahan.
Di Indonesia puncaknya reformasi terjadi pada tahun 1998. Reformasi tersebut dipelopori oleh beberapa tokoh seperti : Amien Rais, BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati. Mereka tampil bagaikan Proklamator ke-2 di negeri ini. Hampir seluruh penghuni Republik ini mengemas harapan terhadap empat tokoh Reformasi tersebut.  Masih adakah semangat juang yang akan dipersembahkan kepada negara dan bangsa Indonesia ?
Momentum Revolusi Mental
Istilah “Revolusi Mental” di Indonesia digagas oleh Soekarno ( Presiden Pertama RI ). Revolusi Mental ini sebagai kelanjutan dari Revolusi Fisik. Revolusi mental  tidak hanya berhenti sampai di sini, namun harus ditumbuhkan dan digalakan sampai akhir generasi yang akan datang.
Indonesia memerlukan suatu terobosan budaya hukum dan politik untuk memberantas sampai tuntas segala perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan terlalu lama dibiarkan, dari rezim Orde Baru sampai sekarang. Revolusi mental beda dengan revolusi fisik, revolusi mental ini tidak dengan pertumpahan darah. Namun, usaha ini tetap memerlukan dukungan moril dan spiritual serta komitmen para pemimpin, dan selayaknya setiap revolusi mental diperlukan pengorbanan.
Revolusi mental harus menjadi momentum dan gerakan nasional bangsa Indonesia. Usaha kita bersama untuk mengubah nasib Indonesia menjadi bangsa yang maju, merdeka, adil, dan makmur diperlukan. Kita harus berani mengendalikan masa depan negara dan bangsa kita sendiri dengan restu Allah SWT. Sebab, sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu bangsa, kecuali bangsa itu mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Bachtiar Alam, Antropolog yang juga dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia menyebut, konsep revolusi mental adalah konsep Mahatma Gandhi. Bachtiar mengutip dalam buku Gandhi’s Experiments with Truth: Essential Writings by and about Mahatma Gandhi (Richard L. Johnson ed., 2007), Gandhi mengedepankan argumen bahwa kemerdekaan politik (self-rule) harus berdasarkan pada revolusi mental, yaitu perubahan total mental rakyat negara jajahan.
Sebagai seorang pejuang nilai-nilai kemanusiaan di Indonesia, Gus Dur           ( Abdurahman Wahid, Presiden RI ke-4 ) mengagumi pemikiran Gandhi. Pernyataannya yang terkenal berbunyi “I am a follower of Mahatma Gandhi.” Ciri yang menonjol dalam pemikiran Gus Dur adalah melihat demokrasi sebagai suatu proses transformasi mental secara terus-menerus dengan bertumpu pada penghargaan terhadap persamaan hak, pluralisme serta kebebasan menyampaikan aspirasi. “Di sini tampak jelas pengaruh gagasan revolusi mental Gandhi pada Gus Dur,” papar Bachtiar.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi menambahkan, bahwa Presiden Joko Widodo juga meminta kepada seluruh aparatur negara terutama yang tergabung dalam Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) untuk mempercepat perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur Negara. “Kita harus lebih gigih, cerdas, inovatif, dan tanggap terhadap dinamika perubahan strategis,”.
Menteri PAN dan RB sebagai penggerak utama reformasi birokrasi merupakan institusi yang bertugas untuk merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan atas kebijakan revolusi mental birokrasi tersebut. Semua akan dikembangkan dalam rangka penjabaran visi pemerintahan Jokowi-JK, yakni terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong, serta dalam kerangka operasionalisasi 9 agenda prioritas (Nawa Cita), antara lain menghadirkan kembali negara untuk melindungi rasa aman pada seluruh warga negara serta membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
Dalam melaksanakan revolusi mental, kita dapat menggunakan konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya, ”Indonesia yang berdaulat secara politik”, ”Indonesia yang mandiri secara ekonomi”, dan ”Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya”.
Ingat, masih banyak masalah di negara Indonesia yang harus dibenahi sejalan dengan semangat Reformasi dan Revolusi Mental bangsa Indonesia. Namun yang pasti, sudah saatnya bangsa Indonesia berbenah, dan memperbaiki negerinya. Siapapun Presidennya, diharapkan agar pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Revolusi Mental yang sudah berjalan, tidak berhenti hanya di tataran konsep saja, tapi harus dijalankan dengan optimal dan maksimal, demi masa depan negara dan bangsa Indonesia tercinta.
Majulah Negara dan Bangsa Ku Tercinta. Kerja…Kerja…. dan Kerja.