Bangkitnya Reformasi dan Revolusi Mental di Indonesia
Oleh: Desk Informasi ;
Diposkan pada: 29 Mar 2015 ;
700 Views
Kategori: Artikel
Oleh : Alfurkon Setiawan ( Kepala Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Kabinet RI )
Gaung Reformasi di Indonesia menggema sejak tumbangnya rezim Orde
Baru dibawah pimpinan Presiden Jenderal Soeharto tahun 1998. Reformasi
ini belum menyentuh paradigma, mindset, dan budaya politik kita dalam
rangka pembangunan bangsa (
nation building). Untuk itu, agar
perubahan benar-benar bermakna dan berkesinambungan, serta sesuai
cita-cita pendiri bangsa, maka kita perlu melakukan reformasi dan
revolusi mental yang fundamental.
Reformasi, yang baru menyentuh sektor kelembagaan negara saja,
seperti yang sekarang berjalan, tidak cukup untuk menghantarkan
Indonesia menuju cita-cita bangsa seperti yang telah diproklamirkan oleh
para pendiri bangsa. Jika, kita gagal melakukan perubahan dan
pemberantasan terhadap KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dan pelecehan
terhadap hukum/peraturan yang berlaku, maka semua keberhasilan
reformasi ini akan lenyap dan hancur ditelan zaman.
Reformasi menurut
“Khan” adalah perubahan pokok dalam suatu
sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku dan
keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.
Birokrasi pemerintahan yang seharusnya menjadi motor penggerak dalam
meningkatkan daya saing bangsa, kenyataannya justru menunjukkan
sebaliknya, alias masih belum sesuai dengan harapan. Untuk itu,
transformasi organisasi dan budaya kerja di lingkungan birokrasi ke arah
yang lebih baik harus digalakkan.
Transformasi organisasi dilakukan melalui revitalisasi strategi,
konsolidasi struktur dan bisnis proses, sedangkan transformasi budaya
kerja dilakukan melalui penguatan keyakinan, nilai-nilai dan perilaku.
Selain itu, perubahan mindset dan cultur birokrasi, dari birokrasi
priyayi ke birokrasi melayani serta dari birokrasi inefisien ke
birokrasi efisien melalui reformasi birokrasi dan revolusi mental harus
dilakukan bersamaan.
Sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan korektif, tidak dengan
menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan
mencanangkan revolusi mental, menciptakan paradigma, budaya politik, dan
pendekatan
nation building baru yang lebih manusiawi. Kita juga
memerlukan birokrat dan birokrasi yang bersih, handal, dan kapabel, yang
benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan mendukung
pelaksanaan pemerintahan.
Di Indonesia puncaknya reformasi terjadi pada tahun 1998. Reformasi
tersebut dipelopori oleh beberapa tokoh seperti : Amien Rais, BJ.
Habibie, Gus Dur, Megawati. Mereka tampil bagaikan Proklamator ke-2 di
negeri ini. Hampir seluruh penghuni Republik ini mengemas harapan
terhadap empat tokoh Reformasi tersebut. Masih adakah semangat juang
yang akan dipersembahkan kepada negara dan bangsa Indonesia ?
Momentum Revolusi Mental
Istilah “Revolusi Mental” di Indonesia digagas oleh Soekarno (
Presiden Pertama RI ). Revolusi Mental ini sebagai kelanjutan dari
Revolusi Fisik. Revolusi mental tidak hanya berhenti sampai di sini,
namun harus ditumbuhkan dan digalakan sampai akhir generasi yang akan
datang.
Indonesia memerlukan suatu terobosan budaya hukum dan politik untuk
memberantas sampai tuntas segala perbuatan yang bertentangan dengan
hukum dan terlalu lama dibiarkan, dari rezim Orde Baru sampai sekarang.
Revolusi mental beda dengan revolusi fisik, revolusi mental ini tidak
dengan pertumpahan darah. Namun, usaha ini tetap memerlukan dukungan
moril dan spiritual serta komitmen para pemimpin, dan selayaknya setiap
revolusi mental diperlukan pengorbanan.
Revolusi mental harus menjadi momentum dan gerakan nasional bangsa
Indonesia. Usaha kita bersama untuk mengubah nasib Indonesia menjadi
bangsa yang maju, merdeka, adil, dan makmur diperlukan. Kita harus
berani mengendalikan masa depan negara dan bangsa kita sendiri dengan
restu Allah SWT. Sebab, sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu
bangsa, kecuali bangsa itu mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Bachtiar Alam, Antropolog yang juga dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia menyebut, konsep revolusi mental adalah
konsep Mahatma Gandhi. Bachtiar mengutip dalam buku
Gandhi’s Experiments with Truth: Essential Writings by and about Mahatma Gandhi (Richard L. Johnson ed., 2007), Gandhi mengedepankan argumen bahwa kemerdekaan politik
(self-rule) harus berdasarkan pada revolusi mental, yaitu perubahan total mental rakyat negara jajahan.
Sebagai seorang pejuang nilai-nilai kemanusiaan di Indonesia, Gus
Dur ( Abdurahman Wahid, Presiden RI ke-4 ) mengagumi pemikiran
Gandhi. Pernyataannya yang terkenal berbunyi “
I am a follower of Mahatma Gandhi.”
Ciri yang menonjol dalam pemikiran Gus Dur adalah melihat demokrasi
sebagai suatu proses transformasi mental secara terus-menerus dengan
bertumpu pada penghargaan terhadap persamaan hak, pluralisme serta
kebebasan menyampaikan aspirasi. “Di sini tampak jelas pengaruh gagasan
revolusi mental Gandhi pada Gus Dur,” papar Bachtiar.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PAN-RB) Yuddy Chrisnandi menambahkan, bahwa Presiden Joko Widodo juga
meminta kepada seluruh aparatur negara terutama yang tergabung dalam
Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) untuk mempercepat perubahan
pola pikir dan budaya kerja aparatur Negara. “Kita harus lebih gigih,
cerdas, inovatif, dan tanggap terhadap dinamika perubahan strategis,”.
Menteri PAN dan RB sebagai penggerak utama reformasi birokrasi
merupakan institusi yang bertugas untuk merumuskan kebijakan dan
mengkoordinasikan pelaksanaan atas kebijakan revolusi mental birokrasi
tersebut. Semua akan dikembangkan dalam rangka penjabaran visi
pemerintahan Jokowi-JK, yakni terwujudnya Indonesia yang berdaulat,
mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong, serta dalam
kerangka operasionalisasi 9 agenda prioritas (Nawa Cita), antara lain
menghadirkan kembali negara untuk melindungi rasa aman pada seluruh
warga negara serta membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata
kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
Dalam melaksanakan revolusi mental, kita dapat menggunakan konsep
Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963
dengan tiga pilarnya, ”Indonesia yang berdaulat secara politik”,
”Indonesia yang mandiri secara ekonomi”, dan ”Indonesia yang
berkepribadian secara sosial-budaya”.
Ingat, masih banyak masalah di negara Indonesia yang harus dibenahi
sejalan dengan semangat Reformasi dan Revolusi Mental bangsa Indonesia.
Namun yang pasti, sudah saatnya bangsa Indonesia berbenah, dan
memperbaiki negerinya. Siapapun Presidennya, diharapkan agar pelaksanaan
Reformasi Birokrasi dan Revolusi Mental yang sudah berjalan, tidak
berhenti hanya di tataran konsep saja, tapi harus dijalankan dengan
optimal dan maksimal, demi masa depan negara dan bangsa Indonesia
tercinta.
Majulah Negara dan Bangsa Ku Tercinta. Kerja…Kerja…. dan Kerja.