Selasa, 31 Maret 2015

Pemuda Harapan Bangsa

Pemuda Harapan Bangsa

Wahai pemuda pemudi harapan bangsa
Engkaulah sebagai generasi penerus
Engkaulah sebagai generasi pengganti
yang nanti akan meneruskannya

Wahai pemuda pemudi harapan bangsa
Dari sekaranglah kau berjuang
Dari sekaranglah kau berlatih
Agar kelak berguna bagi kita

Kalau kau menjadi pemuda pemudi harapan bangsa
Janganlah kau berputus asa
Semangatlah dalam berjuang
demi masa depan yang cemerlang.

(Karya : Alfurkon Setiawan Tea)

Peran Humas Dalam Mensukseskan Program Pemerintah

Oleh: Desk Informasi ; Diposkan pada: 17 Mar 2015 ; 1529 Views Kategori: Artikel
Foto Sendiri OkeOleh : Alfurkon Setiawan  (Kepala Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Kabinet RI)
Humas pemerintah merupakan ujung tombak dalam menyampaikan program dan kinerja pemerintah.  Selain itu, humas sebagai corong atau sumber informasi, dituntut kemampuannya dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman yang sangat cepat terutama menghadapi perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi.
Humas pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan pengelolaan  informasi  di setiap instansinya, serta mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam mensukseskan berbagai program pemerintah yang hasilnya dapat dinikmati oleh publik.
Untuk meningkatkan kemampuan, perangkat  humas harus menguasai teknologi informasi dan komunikasi, termasuk di dalamnya media sosial sehingga dapat mengetahui kebutuhan publik. Lebih penting lagi, humas harus menjalin sinergi dan akrab dengan wartawan, agar dapat mengontrol informasi yang disampaikan kepada publik.
Menurut difinisi dari Scott M. Cutlip dan Allen H. Center, humas merupakan fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan publik, serta merencanakan dan melakukan suatu program kegiatan untuk memperoleh pengertian, pemahaman, dan dukungan dari publiknya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada acara Forum Tematik Kehumasan yang bertema “ Penguatan Kelembagaan Humas Pemerintah Pusat dan Daerah Untuk Mendukung Fungsi Government Public Relation “ (GPR), pada 5 Maret 2015, di Aula Sekretariat Negara, mengingatkan kalangan humas harus mengubah pola pendekatan kepada masyarakat, yakni dari cara kuno ke modern yang lebih partisifatif. Selain itu, humas harus mengajak masyarakat menjadi bagian dari proses sehingga ada jalinan emosional dengan humas, dan  masyarakat pun akan merasa memiliki tanggungjawab dan melakukan sharing kepedulian yang lebih banyak lagi.
Pengamat dan Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto juga mengatakan, salah satu program “Nawacita” Jokowi – JK terkait bidang komunikasi dan informasi adalah membangun tata kelola pemerintahan yang efektif dan terpercaya. “Artinya, humas pemerintah dituntut meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi serta mempermudah akses informasi tersebut bagi masyarakat,”.
Jadi pada prinsipnya, pada era keterbukaan informasi publik, posisi pranata humas harus berperan penting dalam menjaga citra positif lembaga pemerintahan, agar sembilan program pemerintah Jokwi dan JK yang biasa disebut program “Nawa Cita” dapat dilaksanakan dengan penuh semangat kerja. Program ini digagas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Penggunaan Teknologi  Informasi dan Komunikasi
Seiring semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi yang beredar di tengah masyarakat sebagai  akibat dari tuntutan zaman, humas harus mampu menggunakan perangkat teknologi tersebut, guna mendistribusikan inforrmasi kepada publik secara cepat, tepat dan efektif.
Para praktisi humas mengungkapkan bahwa dunia public relation  sedang memasuki masa kebangkitan dengan keberadaan teknologi informasi dan komunikasi. Keberadaannya membuat para praktisi humas mampu mencapai sasarannya kepada publik secara langsung tanpa intervensi pihak-pihak yang dapat menghambat kegiatan komunikasinya.
Teknologi informasi dibutuhkan keberadaanya sebagai alat penunjang dan media. Dalam melaksanakan relasi/hubungan  yang baik, penggunaan teknologi informasi dapat memberikan ruang bagi praktisi humas dalam merealisasikan tujuan yang ingin dicapai. Contoh dari teknologi informasi yang digunakan dalam praktek public relation adalah komputer dan internet. Para praktisi humas dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan publik yang perlu mereka ketahui dan gunakan dalam relasinya.
Selain itu, teknologi komunikasi yang dapat digunakan dalam public relation adalah internet dan telepon. Internet bukan hanya sarana untuk mencari informasi, melainkan sarana yang baik untuk berkomunikasi. Misal, dengan e-mail, media social, website, semua kegiatan komunikasi dan hubungan dapat berjalan dengan lancar. Jadi dengan teknologi komunikasi, kemampuan untuk menyampaikan dan menerima pesan,  jauh lebih mudah dan efektif.
Humas Bersinergi dengan Wartawan
Humas pemerintah harus mampu bersinergi/bermitra dengan wartawan (Media Cetak, Media Elektronik dan Media Sosial), serta  lembaga pers lainnya dalam membantu pemerintah untuk menyebarluaskan informasi program pembangunan  kepada masyarakat.
Waktu menjabat sebagai Kepala Sub. Bagian : Kewartawanan, Pemberitaan dan Analisa Berita di Biro Dokumentasi dan Pers Media, Sekretariat Presiden, penulis selalu bersinergi dalam memberikan pelayanan peliputan kepada para Wartawan Kelompok Sekretariat Negara atau istilah singkatnya WKS.
Penulis dalam melaksanakan tugas kesehariannya selalu dekat dengan wartawan, baik itu wartawan pusat atau ibukota maupun wartawan daerah, serta  tidak ada jarak  dengan para wartawan. Penulis akrab dan selalu berdiskusi jika ada masalah/berita yang muncul ke permukaan yang sifatnya merugikan kedua belah pihak ( Pemerintah dan wartawan/Media ).
Salah satu contoh, misalnya ada kegiatan/acara Presiden di luar kota, seperti peresmian, peninjauan dan temu wicara. Penulis yang ditugaskan sebagai Tim Advance, selalu bekerjasama dengan Humas Daerah dalam mempersiapkan sarana dan prasarana untuk peliputan wartawan pusat dan Daerah, sehingga para wartawan merasa nyaman dan mudah dalam melaksanakan peliputan tersebut.
Jadi, pada prinsipnya bahwa sinergitas atau hubungan kemitraan antara Humas dan Wartawan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dapat diwujudkan secara optimal, maka ada beberapa hal yang sangat penting dilaksanakan oleh setiap pejabat atau pranata humas, diantaranya : 1. Hubungan Humas dengan Wartawan bersifat professional; 2. Humas harus mengetahui seluk beluk wartawan, termasuk irama kerjanya wartawan serta fungsi media massa; dan 3. Humas harus memiliki kemampuan praktik jurnalisme seperti meliput wawancara, memotret, menulis berita langsung, berita khas (feature news) dan artikel.
Selain itu, humas harus mampu mengenali wartawan dan redaktur secara personal. Serta  humas jangan bersifat diskriminatif terhadap wartawan/media massa, namun harus memperlakukan secara adil terhadap wartawan.
Semoga Humas ke depan lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya.

Bangkitnya Reformasi dan Revolusi Mental di Indonesia

Oleh: Desk Informasi ; Diposkan pada: 29 Mar 2015 ; 700 Views Kategori: Artikel
Foto Sendiri OkeOleh : Alfurkon Setiawan  ( Kepala Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Kabinet RI )
Gaung Reformasi di Indonesia menggema sejak tumbangnya rezim Orde Baru dibawah pimpinan Presiden Jenderal Soeharto tahun 1998. Reformasi ini  belum menyentuh paradigma, mindset, dan budaya politik kita dalam rangka pembangunan bangsa (nation building). Untuk itu, agar perubahan benar-benar bermakna dan berkesinambungan, serta sesuai cita-cita pendiri bangsa, maka kita perlu melakukan reformasi dan revolusi mental yang fundamental.
Reformasi, yang baru menyentuh sektor kelembagaan negara saja, seperti yang sekarang berjalan, tidak  cukup untuk menghantarkan Indonesia menuju cita-cita bangsa seperti yang telah diproklamirkan oleh para pendiri bangsa. Jika, kita gagal melakukan perubahan dan pemberantasan terhadap KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dan pelecehan terhadap hukum/peraturan yang berlaku, maka semua keberhasilan reformasi ini akan lenyap dan hancur ditelan zaman.
Reformasi menurut “Khan” adalah perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.
Birokrasi pemerintahan yang seharusnya menjadi motor penggerak dalam meningkatkan daya saing bangsa, kenyataannya justru menunjukkan sebaliknya, alias masih belum sesuai dengan harapan. Untuk itu, transformasi organisasi dan budaya kerja di lingkungan birokrasi ke arah yang lebih baik harus digalakkan.
Transformasi organisasi dilakukan melalui revitalisasi strategi, konsolidasi struktur dan bisnis proses, sedangkan transformasi budaya kerja dilakukan melalui penguatan keyakinan, nilai-nilai dan perilaku. Selain itu,  perubahan mindset dan cultur birokrasi, dari birokrasi priyayi ke birokrasi melayani serta dari birokrasi inefisien ke birokrasi efisien  melalui reformasi birokrasi dan revolusi mental harus dilakukan bersamaan.
Sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan korektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental, menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi. Kita juga memerlukan birokrat dan birokrasi yang bersih, handal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan mendukung pelaksanaan  pemerintahan.
Di Indonesia puncaknya reformasi terjadi pada tahun 1998. Reformasi tersebut dipelopori oleh beberapa tokoh seperti : Amien Rais, BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati. Mereka tampil bagaikan Proklamator ke-2 di negeri ini. Hampir seluruh penghuni Republik ini mengemas harapan terhadap empat tokoh Reformasi tersebut.  Masih adakah semangat juang yang akan dipersembahkan kepada negara dan bangsa Indonesia ?
Momentum Revolusi Mental
Istilah “Revolusi Mental” di Indonesia digagas oleh Soekarno ( Presiden Pertama RI ). Revolusi Mental ini sebagai kelanjutan dari Revolusi Fisik. Revolusi mental  tidak hanya berhenti sampai di sini, namun harus ditumbuhkan dan digalakan sampai akhir generasi yang akan datang.
Indonesia memerlukan suatu terobosan budaya hukum dan politik untuk memberantas sampai tuntas segala perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan terlalu lama dibiarkan, dari rezim Orde Baru sampai sekarang. Revolusi mental beda dengan revolusi fisik, revolusi mental ini tidak dengan pertumpahan darah. Namun, usaha ini tetap memerlukan dukungan moril dan spiritual serta komitmen para pemimpin, dan selayaknya setiap revolusi mental diperlukan pengorbanan.
Revolusi mental harus menjadi momentum dan gerakan nasional bangsa Indonesia. Usaha kita bersama untuk mengubah nasib Indonesia menjadi bangsa yang maju, merdeka, adil, dan makmur diperlukan. Kita harus berani mengendalikan masa depan negara dan bangsa kita sendiri dengan restu Allah SWT. Sebab, sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu bangsa, kecuali bangsa itu mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Bachtiar Alam, Antropolog yang juga dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia menyebut, konsep revolusi mental adalah konsep Mahatma Gandhi. Bachtiar mengutip dalam buku Gandhi’s Experiments with Truth: Essential Writings by and about Mahatma Gandhi (Richard L. Johnson ed., 2007), Gandhi mengedepankan argumen bahwa kemerdekaan politik (self-rule) harus berdasarkan pada revolusi mental, yaitu perubahan total mental rakyat negara jajahan.
Sebagai seorang pejuang nilai-nilai kemanusiaan di Indonesia, Gus Dur           ( Abdurahman Wahid, Presiden RI ke-4 ) mengagumi pemikiran Gandhi. Pernyataannya yang terkenal berbunyi “I am a follower of Mahatma Gandhi.” Ciri yang menonjol dalam pemikiran Gus Dur adalah melihat demokrasi sebagai suatu proses transformasi mental secara terus-menerus dengan bertumpu pada penghargaan terhadap persamaan hak, pluralisme serta kebebasan menyampaikan aspirasi. “Di sini tampak jelas pengaruh gagasan revolusi mental Gandhi pada Gus Dur,” papar Bachtiar.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi menambahkan, bahwa Presiden Joko Widodo juga meminta kepada seluruh aparatur negara terutama yang tergabung dalam Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) untuk mempercepat perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur Negara. “Kita harus lebih gigih, cerdas, inovatif, dan tanggap terhadap dinamika perubahan strategis,”.
Menteri PAN dan RB sebagai penggerak utama reformasi birokrasi merupakan institusi yang bertugas untuk merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan atas kebijakan revolusi mental birokrasi tersebut. Semua akan dikembangkan dalam rangka penjabaran visi pemerintahan Jokowi-JK, yakni terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong, serta dalam kerangka operasionalisasi 9 agenda prioritas (Nawa Cita), antara lain menghadirkan kembali negara untuk melindungi rasa aman pada seluruh warga negara serta membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
Dalam melaksanakan revolusi mental, kita dapat menggunakan konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya, ”Indonesia yang berdaulat secara politik”, ”Indonesia yang mandiri secara ekonomi”, dan ”Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya”.
Ingat, masih banyak masalah di negara Indonesia yang harus dibenahi sejalan dengan semangat Reformasi dan Revolusi Mental bangsa Indonesia. Namun yang pasti, sudah saatnya bangsa Indonesia berbenah, dan memperbaiki negerinya. Siapapun Presidennya, diharapkan agar pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Revolusi Mental yang sudah berjalan, tidak berhenti hanya di tataran konsep saja, tapi harus dijalankan dengan optimal dan maksimal, demi masa depan negara dan bangsa Indonesia tercinta.
Majulah Negara dan Bangsa Ku Tercinta. Kerja…Kerja…. dan Kerja.